Kapolresta Jogja, Kombespol Atang Heradi menekankan faktor keamanan dan ketertiban harus tumbuh menjadi milik bersama. Jika tidak, tegas Atang, pihaknya tidak bertanggungjawab mengenai persoalan keamanan. "Jika keduanya akan terus seperti ini maka kami tidak bertanggungjawab masalah keamanan," jelasnya.
Atang menegaskan sanksi yang disiapkan jika para pendukung setia PSIM ini kembali berseteru mendukung jagoannya berlaga. "Ada sanksinya, salah satunya izin pertandingan secara tertutup tanpa penonton,” katanya usai menggelar mediasi.
Atang mengajak kedua pihak untuk membuka diri dan menjalin komunikasi. Persoalan yang dinilainya menjadi pemicu seperti yel-yel dan kalimat saling ejek diharapkan Atang tidak lagi digunakan.
Dijelaskannya masalah keaman tidak saja milik para suporter ataupun penggemar bola. Melainkan milik warga Jogja yang mungkin tidak suka bola.
"Jika terus dibiarkan maka akan menjadi persoalan komplek. Bagaimana jika para orangtua takut menyekolahkan anaknya ke Jogja,” ujar Atang.
Pembentukan koordinasi laskar suporter dianggap Atang menjadi sangat perlu sebagai sistem kontrol internal suporter. Secara teknis koordinasi tersebut bertugas mengawasi masing masing anggotanya. Jika dinilai melakukan tindakan yang berlebihan maka tugas koordinator inilah yang bertugas untuk menarik.
"Saya berharap dengan adanya koordinator dalam supoter maka akan saling mengontrol. Kami optimistis masyarakat Jogja memiliki kesadaran ini,” jelasnya.
Dalam pertandingan PSIM melawan Persik Kediri pekan depan dijelaskan Atang akan menerjunkan personil lebih banyak. "Kami masih melihat situasi dan kondisi bagaimana setelah ada mediasi ini, yang jelas personil kami turunkan sekitar 400 bahkan bisa lebih,” tegasnya.
Tetap dijamin
Sementara itu, Setyo Hadi Gunawan dari The Maident berharap penyelenggaraan pertandingan tetap dijamin dengan pengamanan kepolisian. Faktor pemicu seperti adanya miras (minuman keras) dan sajam (senjata tajam) dikatakannya perlu untuk tegas dilakukan razia.
Sementara itu, menurut anggota The Maident, Heru, menyebutkan dia mengaku kecewa lantaran stakeholder terkesan menganakemaskan salah satu kelompok suporter. Beberapa kali mengirim surat kepada Walikota, dijelaskannya tidak pernah ada jawaban.
Pihaknya mengaku kerab tersulut dengan steatmen para pejabat daerah yang terkesan menyudutkan laskarnya lewat media. "Terkadang kami juga tersulut dan merasa kecewa dengan stetemen stakeholder di media,” jelasnya.
Sedangkan dari kubu Brajamusti, mengaku siap membuka tangan untuk peleburan kedua kubu yang semula satu nama ini. Salah satu perwakilan Brajamusti, Eko Satrio Pringgodani mengaku perpecahan yang terjadi saat ini justru memancing konflik.
Sedangkan Perwakilan Pengurus Brajamusti, Amin, menyebutkan kesepakatan kedua kubu suporter PSIM tersebut membutuhkan draf. Bukti kesepakatan secara konkrit. Menurutnya potensi konflik akan kembali muncul jika tidak ada bukti konkritnya.
Pihaknya juga menyayangkan masuknya unsur partai politik (parpol) ke dalam lapangan. "Kami kecewa kenapa satgas parpol kok bisa masuk,” katanya.
Hans Purwanto Manager PSIM mengaku tidak banyak memiliki wewenang atas keberadaan suporter. Jika masing masing kubu tidak menjaga keamanan maka sanksi tegas dari pimpinan daerah untuk tidak menggelar pertandikan dikatakan Hans dapat membubarkan PSIM. "Saya tidak mau mendengar lagi ada kalimat ejekan antar supporter PSIM,” tegas Hans.
Sedangkan di tempat terpisah, Ketua Dewan Pembina PSIM, sekaligus Walikota Jogja, Herry Zudianto mengaku telah menarik dukungan secara pribadi kepada PSIM, menyusul perpecahan suporter PSIM. Namun orang nomor satu di Jogja itu bakal kembali mendukung PSIM jika suporter PSIM telah bersatu kembali.
"Secara pribadi masih, saya akan kembali mendukung jika mereka sudah bersatu. Soal anggaran kan sudah diketok, jadi tetap jalan," ucap Herry di tempat yang sama.(Harian Jogja/Rina Wijayanti)
HARJO CETAK

0 komentar:
Posting Komentar